Buku
Laporan Penelitian: Kerajaan Sriwijaya di Das Musi Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan
Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan yang kuat di Asia Tenggara dalam waktu beberapa abad. Namun demikian, masih terdapat banyak masalah mengenai Sriwijaya yang belum diungkapkan. Oleh sebab itu Sejarah Sriwijaya hanya terdiri dari sekelompok data-data yang lepas.
Masalah pertama dalam penelitian ini adalah masalah perbedaan pendapat antara para ahli sepert Krom, Coedes, Casparis dengan 1-Tsing mengenai agama yang dipeluk oleh Sriwijaya. Para ahli berpendapat bahwa agama yang dipeluk pada abad ke-7 Masehi adalah Mahayana sedangkan I-Tsing berpendapat Mulasaravastivada (aliran dari Hinayana).
Berdasarkan pendekatan arca-arca Buddha dan Bodhisattwa di Sumatera Selatan tidak dapat dikatakan bahwa semuanya adalah mazab Mahayana.
Masuknya pengaruh Buddha di Indonesia diduga sekitar abad ke-2 Masehi dengan ditemukan arca-arca tua seperti arca Buddha dari Sempaga, Jember, dan Seguntang. Benih inspirasi dari India mula tampak pada arca-arca di Indonesia namun kemudian pengaruh lokal berperan juga.
Pada awal pengarcaan arca-arca agama di india bersifat simbolik saja.
Namun, dengan adanya perbedaan pandangan hidup dalam perjalanan sejarah agama Buddha maka makna penggambaran arca Buddha berubah. Terjadinya perpecahan dalam agama Buddha dengan adanya aliran Theravada/Hinayana dan Mahayana.
Theravada tetap berpegang teguh bahwa arca Buddha hanya sebagai simbol sedangkan penganut Mahayana mengganggap arca Buddha adalah tokoh dewa.
Menurut laporan 1-Tsing bahwa perbedaan antara Mahayana dan Hinayana pada jamannya tidak jelas. Namun, ia memberi ini formasi bahwa perbedaannya hanya pemujaan kepada Bodisattwa dan membaca kitab Sutra
dilakukan oleh kelompok Mahayana. Sedangkan Hinayana tidak mengenal Bodhisattwa.
Oleh sebab itu berdasarkan teori pemikiran di atas tersebut maka dalam penelitian arca-arca di Sumatera Selatan analisis atas dua kelompok yaitu atas arca-arca Buddha dan arca-arca Bodhiosattwa
Hasil penelitian memberi gambaran bahwa Theravada lebih dahulu dikenal di di Indonesia termasuk Sumatra dan Jawa kemudian baru Mahayana dan Vajrayana.
Dengan demikian arca Batu Buddha dari Bukit Seguntang dan Tingkip dikelompokkan adalah pemuja Theravada yang dikenal sebelum abad ke-7 Masehi. Selanjutnva arca-arca Bodhisattwa adalah arca-arca penganut agama Mahayana yang berkembang pada abad ke-8/9 Masehi.
Permasalahan kedua adalah mengenai keberadaan arca-arca Hindu di samping arca-arca Buddha pada masa Sriwijaya.
Permintaan rempah-rempah dari Roma kepada India mengakibatkan terjadi perdagangan dengan Asia Tenggara
Dengan terjadinya perdagangan maka terjadi pemukiman-pemukiman di Asia Tenggara. Kebudayaan India merupengaruh daerah-daerah seperti Burma, Thailand, Kamboja, dan Indonesia. Kebudayaan kedua belah pihak kemudian berinteraksi
Arca-arca kemudian dibuat ulang dalam bentuk gaya Asia Tenggara. Konsep-konsep India mempengaruhi Asia Tenggara dengan timbulnya kerajaan-kerajaan Hindu pertama di Asia Tenggara diantaranya Indonesia demikian kesenian Hindu Buddha mengalami perkembangan di Indonesia.
Banyak para ahli telah membicarakan mengenai dua dinasti yang memerintah kerajaan-kerajaan di Indonesia yaitu agama Buddha dan Hindu.
Sebenarnya mereka itu satu Karena di Indonesia tidak pernah terjadi kongflik antara kedua belah pihak tersebut.
Kemungkinan besar terjadi asimilasi antara agama Buddha, Hindu Jengan kepercayaan lokal. Toleransi berperan utama pada masa Hindu-Bucktha
Permasalahan ketiga adalah mengenai lokasi Sriwijaya di Palembang. Banyak perdebatan telah terjadi dan hingga saat kini belum terpecahkan.
Banyak data arkeologi telah terkumpul dalam duapuluh tahun terakhir
Seperti di Karanganyar, Talang kikim, Geding Suro, Kambang Kapas, Kambang Ulen, Lorong Jambu, ladang Sirap, yang ditemukan pada tahun 1984 dan 1985.
Berdasarkan pertimbangan jumlah data yang ditemukan kemungkinan besar Palembang adalah pusat kekuatan pada masa Sriwijaya.
Apabila prasasti-prasasti Sriwijaya ditinjau kembali berdasarkan hasil
analisis dengan pendekatan keagamaan dan membandingkan perbandingan dengan catatan laporan perjalanan Fa-Hsien dan 1-Tsing diperoleh banyak data mengenai keagamaan dan kebudayaan masa Sriwijaya.
Ternyata unsur-unsur keagamaan yang lebih dominant yang diperoleh dari prasasti-prasasti vang tersebar di Palembang yaitu istilah siddhayatra meskipun Sriwijava disebutkan hanya sedikit.
Prasasti-prasasti Sriwijaya membuktikan bahwa bahwa konsep teori politik Sriwijaya adalah konsep mengenai kesejahteraan rakyat yang digunakan. Konsep dharmavijaya atau mengalahkan berdasarkan kebenaran yang digunakan. Pengertian dharma adalah mengenai kesejahteraan rakyat.
Jenis pemujaan demikian yang dilakukan oleh Sriwijaya di Palembang yang terlihat dalam prasasti Kota Kapur, Talang Tuwa, dan Telaga Batu.
Arti dharma vang dilakukan oleh Sriwijava adalah kesejahteraan rakyat
Upacara yang dilakukan Sriwijaya terlihat dalam prasasti Kota Kapur. Dalam Prasasti Talang Towo terlihat Sriwijaya membuat taman, kebun, dan telaga untuk kesejahteraan semua makhluk hidup. Dalam Parasasti Telaga Batu, Sriwipya mengajar bagaimana seseorang harus berperilaku baik bagi sesama maupun kepada negara Semua hal yang dilakukannya adalah mengenai
dharma. Tugas seorang raja adalah memelihara dan melindungi undang-undang sosial.
Karena Sriwijaya melakukan politik dharma tersebut secara tidak langsung ia menjadi pelindung agama Buddha dan menguasai Palembang. Oleh sebab itu untuk kesejahteraan semua makhluk dimana ia berkuasa maka ia mengunakan teori lingkungan Berdasarkan pertimbangan Palembang sebagai tempat strategis yang letaknya ditepi Sungai Musi maka Sriwijaya menguasai jalur air yaitu Sungai Musi sehingga lan dapat menguasai pedalaman dimana hasil bumi yang kaya didapatkannya. Dengan sistem demikian dikemudian hari kerajaan Sriwijava menjadi suatu kerajaan yang kuat.
No other version available